Connect with us

Wikitripia

THG, “Texas” ala Kota Samarinda Sebelum Jadi Citra Niaga

Published

on

Citra Niaga pada dasarnya adalah kompleks perdagangan. Saking strategisnya, lokasi Citra Niaga bahkan diapit 4 jalan; Jalan Panglima Batur, Jalan Niaga Selatan, Jalan Niaga Timur dan Jalan Niaga Barat.

DARI catatan sejarah, Citra Niaga dibangun pada dekade 1980-an oleh Pemerintah Kota Samarinda. Menariknya, Citra Niaga dibangun sebagai bagian dari revitalisasi kawasan Taman Hiburan Gelora atau THG yang bertransformasi menjadi pemukiman kumuh.

Dulu, pada1958-1968, Pemerintah Kota Samarinda membangun THG. THG adalah pusat perdagangan yang juga difungsikan sebagai pusat hiburan masyarakat. Awalnya dibangun untuk merevitalisasi salah satu kawasan di sana yang hangus dilalap api pada 4 April 1958. Setelah itu, THG jadi primadona masyarakat deh. Terutama saat bera keemasan bisnis kayu atau lazim dikenal dengan istilah “Banjir Kap” melanda Kalimantan Timur di dekade 1970-1980.

Sayangnya, booming bisnis kayu ini justru bikin THG sarang kejahatan. Makanya dulu masyarakat sungkan. Jangkankan melintas, belanja di sana saja masyarakat banyak yang menolak. Tingginya angka kejahatan dan hiburan malam di sana bikin masyarakat Samarinda menjuluki THG sebagai “Texas Samarinda”. Saat masa puncak kegelapan THG, penduduk Samarinda pada 1980 mencapai 264 ribu jiwa. Jumlah itu dua kali populasi pada 1970 sebanyak 137 ribu jiwa –data dari Badan Pusat Statistik.

Pada akhirnya, kondisi THG yang kumuh dan rawan kejahatan bikin Gubernur Kalimantan Timur bapak H. Soewandi Roestam prihatin. Soewandi kemudian mencanangkan revitalisasi kawasan itu. Sialnya, niat baik Soewandi terbentur banyak hal. Kayak sentimen masyarakat pada Pemerintah dan keterbatasan uang dari Anggaran Pendatan dan Belanja Daerah atau APBD. Makanya, waktu itu mau-tidakmau harus melibatkan pihak swasta membangun kawasan pengganti THG.

Tanpa disangka, rencana Soewandi justru direspon putranya; Didiek Soewandi. Anak muda inspiratif yang kuliah di Northeastern University, Boston –Amerika Serikat– itu akhirnya mewujudkan rencana ayahnya untuk merevitalisasi THG. Menurut cerita, Didiek Soewandi kemudian memanggil temannya, Antonio Ismael Risianto.

Antonio sendiri merupakan kelahiran Belanda lulusan University of California, Berkeley dan Massachusetts Institute of Technology. Antonio dan Didiek kemudian membentuk PT Pandurata Indah sebagai pengembang Citra Niaga dan menggandeng PT Triaco Widya Cipta untuk perancangannya.

Karena Soewandi mensyaratkan revitalisasi THG tak boleh menggusur pedagang kaki lima, maka pada 1983 pengembang dan Pemerintah Kota Samarinda memutuskan merekrut lembaga swadaya masyarakat. Adalah Lembaga Studi Pembangunan atau LSP pimpinan Adi Sasono yang ditunjuk membantu pengembangan proyek Citra Niaga.

LSP selanjutnya membantu pedagang membentuk koperasi pedagang. Koperasi itu tugasnya menegosiasi lapak usaha dan sistem pembayarannya dengan Pemerintah Daerah dan pengembang. Lewat LSP, perusahaan Triaco dan Pandurata Indah mensosialisasikan konsep desain Citra Niaga kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Butuh waktu sampai 1985 bagi LSP, pedagang, dan Pemerintah Kota Samarinda untuk sepakat dalam banyak hal. Contohnya seperti memberikan 1/3 lahan dari 27 ribu meter persegi lahan Citra Niaga untuk PKL –sebagai bagian dari tahap II. Ketika kesepakatan itu dibuat, tahap pertama Citra Niaga –berupa ruko/rukan– selesai dibangun.

Sayangnya, ada ganjalan kedua setelah rujuknya pihak-pihak yang berkepentingan. Di masa Orde Baru, semua proyek harus dapat persetujuan Pemerintah Pusat. Untungnya proyek ini disetujui pihak Kementerian Dalam Negeri, dan di sinilah tahap yang paling penting membentuk image Citra Niaga, Tahap II, yang mulai digarap pada 1986.

Pembangunan keseluruhan Citra Niaga dilakukan oleh pemborong-pemborong lokal yang diarahkan oleh PT Triaco Widya Cipta. Proyek Citra Niaga tahap II selesai pada Agustus 1987, dan diresmikan pada 27 Agustus 1987 oleh Menteri Ketenagakerjaan Soedomo dan Gubernur Kalimantan Timur H. Soewandi Roestam. (setiapgedung.web.id)

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Tripia.id (@tripiaid)

Wikitripia

4 Wali Kota Samarinda Dengan Latar Belakang TNI

Published

on

By

Dari tahun ke tahun, Kota Samarinda memiliki pemimpin dengan latar belakang yang beragam. Menariknya, sejak era 60-an hingga saat ini,

SUDAH sembilan sosok mengisi jabatan wali kota. Salah satunya bahkan tercatat sebagai yang terlama. Dia adalah Kadrie Oening yang menjabat selama 13 tahun. Namun, dalam catatan sejarah, tercatat pula ada empat walikota dengan latar belakang Tentara Negara Indonesia atau TNI.

Kapten Soedjono AJ adalah wali kota pertama di Kota Samarinda yang diangkat melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri pada 1 Januari 1960. Tapi sebelumnya, Kapten TNI AD Soejono AJ adalah staf Kodam IX/Mulawarman di Kota Balikpapan.

Wali kota berikutnya dengan latar belakang TNI adalah Letkol Ngoedio, Bc.Hk. yang merupakan wali kota kedua Kota Samarinda. Ketiga adalah Letkol Inf (Purn) Iswanto Rukin sebagai Wali Kota Samarinda kelima, dan terakhir adalah Kolonel H. Lukman Said sebagai Wali Kota Samarinda ke tujuh. (wikipedia)

Continue Reading

Wikitripia

Riwayat Jembatan Mahakam

Published

on

By

Jembatan Mahakam dibangun di atas alur Sungai Mahakam. Inilah akses yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang. Fungsinya sangat vital bagi pengguna kendaraan sebagai jalur keluar masuk kendaraan dari dan menuju luar Samarinda.

PROSES persiapan pembangunan Jembatan Mahakam memakan waktu cukup lama. Butuh waktu 5 tahun –terhitung sejak 1982 hingga 1986– untuk membangun Jembatan Mahakam yang membelah Sungai Mahakam. Perjalanannya dimulai 13 April 1982, saat Gubernur Kalimantan Timur Ery Supardjan dan Menteri Pekerjaan Umum Purnomosidi, mengikuti tim survei untuk melihat lokasi pembangunan Jembatan Mahakam.

Pada 6 Oktober 1983, Gubernur Kaltim Soewandi dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur Anwar Hanani, melaksanakan pemancangan tiang pertama Jembatan Mahakam. Inilah tanda dimulainya pembangunan jembatan terbesar di Kota Tepian –saat itu– yang melintasi Sungai Mahakam.

Lalu, pada 4 Oktober 1985, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Timur Soentoro, bersama Pimpinan Proyek Tatang Hendarman, dan Kepala Bidang Bina Marga Abu Bakar Al-Chered, melaksanakan pemasangan baut terakhir yang menandakan selesainya pembangunan Jembatan Mahakam ini. Nah, pada 2 Agustus 1986, Presiden Soeharto meresmikan jJembatan Mahakam bersama Gubernur Kalimantan Tmur Soewandi dan Menteri Pekerjaaan Umum Suyono Sosrodarsono.

Jembatan Mahakam sendiri miliki panjang total sekira 400 meter dan memiliki ruang vertikal sekira 5 meter. Pasca peresmian, Jembatan Mahakam menjadi satu-satunya akses jalan darat yang menghubungkan daerah Mahakam bagian utara dan Mahakam bagian selatan. Sekira 2 dekade, Jembatan Mahakam menjadi penghubung antara Samarinda Seberang dengan Samarinda Kota.

Dikemudian hari, Pemerintah Kota Samarinda mulai membangun dua jembatan untuk mengatasi kemacetan yang sering terjadi di Jembatan Mahakam. Dua jembatan itu adalah Jembatan Mahakam Ulu atau Mahulu –dibangun di Kelurahan Sengkotek– dan Jembatan Mahkota II –dibangun di Kecamatan Palaran. (wikipedia)

Continue Reading

Wikitripia

Event Bulu Tangkis Indonesia Terbuka Pernah Hadir di Kota Samarinda

Published

on

By

Bulu tangkis merupakan olahraga paling populer di Indonesia –selain sepak bola. Sepanjang sejarah, event bertaraf internasional di olahraga ini hanya sekali pernah diselenggarakan di Kota Samarinda –ibukota Provinsi Kalimantan Timur.

MOMENTUM bersejarah itu terjadi di Indonesia Terbuka pada 1990. Event ini adalah kejuaraan bulu tangkis terkenal berbintang enam yang diselenggarakan di Indonesia sejak 1982. Indonesia Terbuka telah berganti nama menjadi Indonesia Super Series. Hal itu terjadi setelah Indonesia Open bergabung dengan beberapa kejuaraan lainnya dalam kategori Super Series hingga 2017. Namun sejak 2018, Indonesia Terbuka berubah nama menjadi Tur Dunia –World Tour– Indonesia Super 1000 karena menyesuaikan nama turnamen Tur Dunia Badminton World Federation (BWF).

Sepanjang sejarah, Kota Jakarta menjadi daerah yang paling sering dipilih menjadi tempat penyelenggaraan Indonesia Terbuka. Tercatat 20 kali penyelenggaraan digelar di sana sejak 1982 hingga 1989, 1993, 1995 dan 1996, 1998, 2000 dan 2001, serta 2004 sampai 2019. Daerah lain di Indonesia yang pernah disinggahi event ini adalah Kota Bandung (1991), Kota Semarang (1992), Kota Yogyakarta (1994), Kota Surakarta (1997), Kota Denpasar (1999 dan 2021), Kota Surabaya (2002), serta Kota Batam (2003).

Di Kota Samarinda, Indonesia Terbuka dilaksanakan di Gelanggang Olahraga (GOR) Segiri pada 18 sampai 22 Juli 1990. Saat itu, Indonesia Open masih berbintang lima dengan hadiah uang sebesar US$135,000.

Di partai final, Indonesia menempatkan atletnya di semua kategori. Dua diantaranya bahkan menjadi all Indonesia final, yakni di tunggal putra antara Ardy Wiranata melawan Eddy Kurniawan, dan ganda campuran antara Rudy Gunawan-Rosiana Tendean versus Aryono Miranat-Erma Sulistianingsih. Di tunggal putra, Ardy Wiranata tampil sebagai juara. Sementara di ganda campuran keluar sebagai juara pasangan Rudy Gunawan-Rosiana Tendean.

Di tunggal putri, Susi Susanti harus mengakui kemenangan Lee Young-suk (Korea Selatan). Di ganda putra, Thomas Indracahya dan Reony Mainaky kalah 2 set langsung melawan Razif Sidek dan Jalani Sidek (Malaysia). Sementara di ganda putri, Chung Myung-hee dan Chung Soo-young (Korea Selatan) mengalahkan Rosiana Tendean dan Erma Sulistianingsih. (wikipedia)

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Tripia.id (@tripiaid)

Continue Reading

Trending