Connect with us

Artikel

Solo Exhibition by SENA: Bomber Grafiti yang Melahirkan 476 Karya di Jalanan Kota Samarinda

Published

on

Street artist dari Kota Samarinda, SENA, menggelar pameran tunggal di Kedai Kopi Muzzle. Berlangsung sejak Sabtu 27 Agustus 2002 hingga Minggu 4 September 2022, sejumlah karya dihadirkan lewat instalasi atraktif.

DI ruang depan, disajikan sebuah pengantar dari Samar Project –kurator “Solo Exhibition by SENA“. Lewat media tembok berwarna putih, Samar Project mengejawantahkan sosok SENA sebagai bomber grafiti paling produktif di Provinsi Kalimantan Timur saat ini. Predikat itu tentu bukan sesumbar. Sejak 2011 hingga 2022, ada 476 karya dengan tag SENA yang dapat ditemui di Kota Samarinda dan sekitarnya. “Keberadaannya tentu tidak lepas dari kontroversi. Namun bagaimanapun, praktiknya yang dirangkum di ruangan ini adalah respon terhadap praktik seni dan produk visual yang ada di Samarinda,” tulis Samar Project.

Bagi Robby Oktovian dan Syahrullah –Samar Project– bila diamati, produk visual di ruang terbuka Kota Samarinda hanya didominasi tiga citra dominan. Pertama adalah kampanye politik, kedua adalah iklan, dan ketiga adalah mural. SENA sendiri mewakili citra dominan mural yang cukup konsisten menghiasi pelbagai ruang terbuka Kota Tepian. Berbeda dengan produk visual lain, mural SENA tidak memiliki tendensi promosi apapun selain aktualisasi. Samar Project menangkap pesan, secara ideologis apa yang dilakukan SENA adalah bentuk “provokasi”, bahwa warga sipil pun mempunyai hak untuk berkarya secara radikal di ruang terbuka.

Samar Project melihat, meskipun pada tingkat global grafiti telah terestablish menjadi bagian dari praktik seni publik, namun di Kota Samarinda praktik itu kerap dilihat sebelah mata. Praktik seni di Kota Samarinda sendiri berjalan dengan cara organik dan institusional yang kaku. Akibatnya, keberadaan galeri sangat minim. Pun hanya dikuasai oleh kelompok tertentu. Beberapa praktik tak lagi sesuai dengan visi estetik, berdampak pada perkembangan seni yang berjalan pincang. “Praktik SENA yang membuat seisi ruang kota sebagai ‘galerinya’, memecahkan dan melawan kondisi tersebut,” jelas Samar Project.

Pengantar “olo Exhibition by SENA” oleh Samar Project. (FOTO: Tripia.id)

UNTAIAN tirai plastik bergoyang perlahan menuju ruang utama pameran. Lewat variasi warna cerah dan gelap, SENA mengucapkan selamat datang melalui kalimat “Outside In“. Grafiti yang terkesan asal itu nampak estetik jika diamati, baik dari depan maupun dari belakang. Dan seperti banyak karya yang telah dia dibuat, tag SENA hadir diantara coretan-coretan grafiti itu.

Tirai plastik menjadi medium pembeda di “Solo Exhibition by SENA”. (FOTO: Tripia.id)

SENA yang dikenal akrab dengan medium dinding beton, mencoba mengimplementasikan idenya lewat medium lain di solo exhibition ini. Selain di tirai plastik, penggunaan medium berbeda juga terlihat di instalasi 4 rambu jalan berbentuk lingkaran dan segi empat. Cerita dibalik hadirnya rambu jalan ini juga cukup menarik. SENA mendapatkannya di pelbagai lokasi di Kota Samarinda. Namun salah satunya justru ditemukan di Kota Sangatta –Kabupaten Kutai Timur. Rambu itu berbentuk larangan untuk kendaraan dengan spesifikasi tertentu.

Instalasi kaleng cat semprot bekas dan rambu lalu lintas di “Solo Exhibition by SENA”. (FOTO: Tripia.id)

Deretan 4 rambu jalan yang tergantung rapi di atas koleksi kaleng cat semprot bekas itu, turut pula diubah menjadi artistik. Selain itu, ada pula road barrier. Selain berisi coretan cat semprot, diantaranya juga bersanding deretan stiker ucapan para pengunjung yang menjalar hingga di sebuah tiang ruangan yang digunakan sebagai pengganti daftar buku tamu.

Medium lainnya adalah kertas. Sebanyak 40 desain grafiti di paper itu juga dihadirkan sebagai bagian dari proses kreatif SENA memadukan pelbagai warna. Jenis grafiti seperti bubble, throw up, dan roll up, menghiasi keseluruhan karya ini.

Desain grafiti bubble, throw up, dan roll up dengan medium kertas milik Sena turut dihadirkan di “Solo Exhibition by SENA”. (FOTO: Tripia.id)

Maju selangkah, peta Kota Samarinda kemudian terlihat terbentang di dinding tembok berwarna putih –tepat di sebelah kanan ruang pameran utama. Beberapa kelurahan di sekitar 10 kecamatan, diberi pin bertali yang dihubungkan dengan deretan dokumentasi foto-foto grafiti yang pernah dibuat SENA. Dari peta tersebut tergambar, jejak karya SENA banyak berpusat di Kecamatan Samarinda Ilir. “Dokumentasi ini baru sebagian,” jelas Sena.

Instalasi dokumentasi yang dikombinasikan dengan peta Kota Samarinda. (FOTO: Tripia.id)

Di samping instalasi itu, tersedia pula televisi dan Playstation 2. Gim yang disediakan bagi pengunjung adalah Marc Eckō’s Getting Up: Contents Under Pressure. Ruang kecil ini seolah menceritakan bagaimana SENA memulai ketertarikannya terhadap dunia grafiti lewat sebuah gim. Ya, perjalanan Sena dan grafiti memang bermula pada gim Marc Eckō’s Getting Up: Contents Under Pressure di Playstation 2. Trane, seniman amatir yang menjadi tokoh di gim itu, menggunakan grafiti sebagai bentuk protes terhadap Kota Orwellian yang mengalami distopia dan korup. Di gim itu, kebebasan ekspresi ditekan oleh pemerintah kota yang kejam. “Saya terinspirasi karena gim ini,” akunya.

Di bagian lain, tembok putih besar lain disediakan bagi pengunjung yang ingin mencoba membuat mural langsung ditembok. SENA menyediakan secara gratis beragam cat sempot untuk digunakan. Selanjutnya adalah instalasi koleksi cat semprot bekas. Beberapa diantaranya termasuk jadul dan tidak dijual di Kota Samarinda. Cat semprot merek Diton 300 CC –misalnya– turut dipamerkan dan menjadi saksi perjalanan SENA di dunia grafiti. “Dulu dibuang begitu saja. Baru ini mulai dikumpulkan lagi,” katanya. “Ini baru sebagian, di rumah masih ada,” timpal Sena.

Karya SENA dengan medium plywood, dikombinasikan dengan uang pecahan Rp 1.000. (FOTO: Tripia.id)

Dari semua instalasi itu, yang paling menarik adalah karya grafiti lewat medium plywood yang membentuk nama SENA. Di dalam media itu, disusun rapi lembaran uang pecahan Rp 1.000 dari waktu ke waktu. Paling dominan tentu saja uang pecahan Rp 1.000 yang dirilis pada 2000 dan 2016. SENA juga menyelipkan easter egg dalam karya itu berupa uang pecahan Rp 1.000 bergambar Danau Toba dan Loncat Batu di Nias yang beredar pada 1992.“

CERITA GRAFITI DI FLYOVER JEMBATAN MAHAKAM IV

Solo exhibition by SENA” merupakan puzzle penting dari perjalanannya selama 1 dekade lebih Sena sebagai street artist. Meski banyak terlibat dalam pelbagai eksibisi grafiti, pameran tunggal ini menjadi bukti tak terbantahkan eksistensinya dalam dunia street art lokal. Sepanjang perjalanan itu, salah satu karya yang diingat publik adalah grafitinya di flyover Jembatan Mahakam IV di Jalan Slamet Riyadi –tepat di depan Polres Samarinda. Kepada Tripia.id, Sena mengungkapkan banyak hal mengenai cerita dibalik grafiti itu.

Kata Sena, dalam setahun sekali, dia selalu memiliki “tradisi” melakukan sesuatu yang berbeda. Aktivitas ini dilakukannya sejak 2017. Mulai dari kolaborasi hingga kegiatan antar komunitas. Di 2021 –setahun setelah peresmian Jembatan Mahakam IV– Sena memutuskan untuk melakukan grafiti di flyover Jembatan Mahakam IV itu. “Saat itu belum ada yang grafiti di sana. Daripada menunggu yang lain, saya nekat saja bikin grafiti di lokasi itu,” terangnya.

Instagram @real_sena

Sena mengaku sempat melakukan survei lokasi lebih dulu. Setelah setengah jam berada di sana, dia lalu mulai menyemprotkan cat ke dinding flyover. Berbeda dengan kebanyakan karya yang dibuat, grafitinya kali ini memang terlihat sederhana dengan menggunakan warna hitam. Namun menariknya, grafiti tersebut dibuat menggunakan Alat Pemadam Api Ringan atau APAR yang telah dimodifikasi. “Medianya juga besar. Makanya pakai APAR. Kalau pakai cat semprot, jaraknya hanya 2 meter. Dengan APAR jaraknya bisa sampai 4 meter dan mudah dinotice orang,” sebutnya.

Bagi Sena, lokasi itu dipilih karena terlihat sangat kaku. Apalagi saat itu belum ada penghijauan di sekitar flyover. Penerangan yang minim saat malam hari juga menambah kesan muramnya flyover Jembatan Mahakam IV di Jalan Slamet Riyadi tersebut. Sena menyatakan, grafiti pada dasarnya tak mengubah fungsi dari medium yang digunakan. Grafiti hanya memberi warna bagi bagian bangunan yang monoton. “Setidaknya saat orang lewat, mereka melihat sesuatu untuk dinotice,” paparnya.

Keberadaan grafitinya di flyover tersebut tentu saja menimbulkan pro-kontra. Pagi harinya, kabar munculnya grafiti di flyover Jembatan Mahakam IV tersebar di media sosial. Alih-alih memperbincangkan tujuan hadirnya grafiti di tempat tersebut, publik justru lebih tertarik memperbincangkan siapa sosok yang melakukannya. Bahkan, akun Instagram miliknya tak luput dari pesan dari pelbagai pihak seperti pemerintah dan aparat. (fa)

Artikel

Donut Sudah Ada Sejak Dulu

Published

on

By

Donut punya sejarah panjang, resep dan cara membuatnya pun terbilang mudah.

DONUT merupakan cemilan yang sudah sangat familiar. Resep dan cara membuatnya pun cukup mudah. Ya, donut adalah makanan sejuta umat. Bahannya utamanya sederhana hanya tepung terigu, gula, telur, mentega. Sebagian menambahkan ragi untuk mendapatkan tekstur seperti roti, sebagian lagi memilih tidak menggunakannya untuk mendapatkan tekstur seperti cake.

Asal-usul donut sendiri masih diperdebatkan, ada yang menyebut dari Amerika Serikat, ada yang menyebut dari Belanda. Yang pasti, banyak kue khas dari beragam negara yang memiliki kesamaan dengan donut ini. Namun, tahukah Anda bahwa donut memiliki sejarah panjang sebelum menjadi penganan yang dikenal oleh seluruh orang di dunia?

Dari referensi yang dihimpun Allthatsinteresting terungkap, beberapa bangsa di dunia pada zaman dulu, termasuk orang-orang Arab di Abad Pertengahan, memiliki versi donutnya sendiri. Donat versi mereka berupa adonan dari tepung yang kemudian digoreng dan dicelup dengan sirup manis. Sementara dalam sejarah Yunani dan Romawi Kuno, adonan tepung tersebut digoreng dan lalu diberikan toping supaya manis dan gurih.

Namun, bangsa Eropa yang memperkenalkan donut ke seluruh penjuru dunia adalah orang-orang Belanda. Konon, donut sampai ke Amerika Serikat dibawa oleh kaum imigran Belanda. Donut dalam versi Belanda sering disebut olykoeks atau kue minyak. Kala itu, donut belum memiliki lubang di tengahnya. Bentuk donat awal ini berupa bulatan besar dengan isian kismis dan selai apel. Lantaran berupa bulatan besar, seringkali bagian tengah donat tidak matang dengan sempurna.

Konon, donat berlubang pertamakali dibuat oleh Hanson Crockett Gregory, kapten kapal asal Denmark, di Amerika Serikat. Lubang dibuat supaya donut matang dengan sempurna. Selain itu lubang ini juga berfungsi untuk memperluas bidang sehingga minyak dapat menggoreng bagian dalam dengan lebih efektif. Dari situlah, donut kemudian menjadi makanan favorit di pelbagai belahan dunia, terutama di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Bahkan, donat menjadi cemilan khas tentara AS saat dalam Perang Dunia I dan II. (tirto)

 

Continue Reading

Artikel

TRIPIA RESEARCH: Jejak Hakim Perempuan Kelahiran Indonesia di Mahkamah Agung California (3-Habis)

Published

on

By

Tripia.id menemukan sejumlah testimoni para jurnalis yang pernah melakukan liputan di Mahkamah Agung California dan mewawancarai Josephine L. Kennard.

I have a great staff. They are very good friends of mine and will always remain my friends for I hope the rest of my life.” Pernyataan itu diungkapkan Kennard sekira 2 bulan sebelum pensiun. Kepada Nick Roman –pembawa acara The L.A. Report dan All Things Considered di radio KPCC 89,3 FM— ia menyatakan satu hal yang tidak ingin ditinggalkannya di tempat kerja adalah stafnya. Wawancara itu sendiri dirilis 17 Februari 2014.

Ya, satu-satunya yang ia bawa ke rumah adalah perasaan mengenai pelbagai kasus yang pernah ditangani. Kennard merasa, kasus-kasus itu bersemayam di benaknya setiap pulang. “Mereka tinggal bersamamu,” katanya. “Ini bertentangan dengan apa yang mungkin dipikirkan orang. Ada banyak perhatian yang diberikan pengadilan terhadap kasus-kasus ini,” jelas Kennard kepada Roman, seperti dikutip Tripia.id dari KPCC 89,3 FM.

Dalam kutipan wawancara lain bersama Howard Mintz dari San Jose Mercury News, Kennard mengucapkan selamat tinggal terhadap dunia hukum yang telah membesarkan namanya. Namun, pernyataan itu dikatakannya dengan berat hati. “Tanggal 5 April akan menjadi 25 tahun saya bekerja. Itu seperempat abad. Itu waktu yang sangat lama,” tuturnya.

Dalam wawancara tersebut, Mintz sempat memberikan testimoninya. Katanya, para sarjana hukum di California menganggap Kennard sebagai hakim yang independen. Keputusan-keputusannya juga tak dapat diprediksi. Mantan Ketua Mahkamah Agung California Ronald Marc George yang menghabiskan waktu bertahun-tahun di pengadilan bersama Kennard, setuju dengan penilaian para sarjana hukum itu. “Dia tentu saja tidak memiliki agenda khusus atau dogma tertentu yang dia patuhi,” kata George, seperti ditulis Mintz.

Menurut Mintz, di persidangan, Kennard terkenal karena sering menyela pertanyaan dari pengacara selama argumen lisan di Mahkamah Agung California. Saat menyela itulah, Kennard mengubah pendapatnya menjadi pidato yang panjang sebelum mengarahkan jarinya ke wajah pengacara dan menuntut jawaban. “Dia tidak dapat diprediksi dalam putusannya,” tulisnya. “Di antara kasus-kasus penting, opini pengadilan tahun 2002 memang yang mengangkat nama Kennard. Ia memutuskan Nike bersalah, dan menyimpulkan bahwa Nike dapat dimintai pertanggungjawaban atas pertanyaan publik mengenai praktik perburuhan yang mereka lakukan di pabrik-pabrik Asia,” timpal Mintz.

Kennard juga mengungkapkan hal serupa ketika diwawancara Bob Egelko dari San Francisco Chronicle. “Saya pikir sudah waktunya untuk memulai babak baru. Saya telah ‘menikah’ dengan pekerjaan saya. Saya bekerja 7 hari dalam seminggu. Saya ingin meluangkan waktu untuk teman-teman saya yang telah lama terabaikan,” aku Kennard.

Sebagai hakim perempuan yang memiliki masa jabatan paling lama di Mahkamah Agung California, pengumuman pensiun Kennard sempat menjadi headline di sejumlah media Amerika Serikat. Maklum, 25 tahun karirnya di dunia hukum dilalui tanpa cacat. Kennard dikenal sebagai hakim yang memiliki pandangan dan pendapat yang unik dalam setiap kasus.

Maura Dolan dari Los Angeles Times bahkan memberikan testimoni khusus mengenai kehidupan dan karier Kennard. “Ia hakim yang sangat independen, sering berpihak pada underdog (yang lemah, Red.), dan merupakan salah satu anggota pengadilan yang paling vokal saat menyampaikan argumen secara lisan,” terang Maura.

Dalam testimoni itu, Maura juga menulis kehidupan Kennard yang lahir di Indonesia dari orangtua keturunan Eurasia miskin. Bahkan, kabar jika Kennard sempat tumbuh di kamp konsentrasi Jepang –di Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan– dibenarkan Maura. “Dia dikurung di sebuah kamp interniran di pulau Jawa Indonesia selama pendudukan Jepang di wilayah tersebut,” tulis Maura.

Dibalik itu, pelbagai keputusan Kennard dalam setiap kasus yang ditangani Kennard memang cukup mengejutkan Maura. Sebab, seorang hakim yang ditunjuk langsung oleh gubernur negara bagian di Amerika Serikat, biasanya akan bekerja sesuai dengan kepentingan politik gubernur yang bersangkutan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Kennard.

Deukmejian (Courken George Deukmejian Jr, Gubernur California, Red.) menunjuk Kennard menjadi hakim di pengadilan setelah dia menggantikan Ketua Mahkamah Agung (California, Red.) Rose Bird dan dua hakim liberal lainnya. Tetapi pengambilan keputusan Kennard tidak mencerminkan pandangan konservatif Deukmejian. Dia menikmati persahabatan di balik layar dengan mendiang Bird dan sering memilih (berbicara, Red.) dengan mendiang Hakim Stanley Mosk sehingga mereka dijuluki ‘pasangan aneh‘,” ungkap Maura.

Bagi Maura, Kennard sering mendukung hak-hak lesbian, gay, bisexual, dan transgender atau LGBT. Itu terjadi saat Kennard menangani kasus “Prop 8” atau “Proposition 8” yang membatalkan larangan pernikahan sesama jenis di California pada November 2008.

Dalam pekerjaannya, Kennard memang terlibat sangat dalam untuk menyelesaikannya. Tak hanya aktif membahasnya di dalam maupun di luar persidangan, ia juga terlibat penuh ketika menyusun opini yang tepat untuk memutuskan sebuah perkara. Bila ditarik ke belakang, hal inilah yang membuatnya diingat publik California, disamping dikenal sebagai hakim yang kerap memberikan pertanyaan agresif.

Kennard diingat publik California karena memiliki sejarah hidup yang unik dibanding hakim lain di California. Meski berasal dari keturunan Eurasia, di California ia justru dikenal sebagai orang Indonesia. Di masa menuju pensiunnya saat itu, Kennard mengaku yang ia rasakan hanyalah rasa syukur. “Ini adalah rasa syukur,” sebutnya. “Kesuksesan apa pun yang telah saya capai, saya berutang kepada Amerika,” tukas Kennard. (fa)

Continue Reading

Artikel

TRIPIA RESEARCH: Jejak Hakim Perempuan Kelahiran Indonesia di Mahkamah Agung California (2)

Published

on

By

Sejarah kehidupannya dianggap unik. Ia dikabarkan pernah tumbuh di kamp interniran saat Jepang menjajah Indonesia. Kebenaran cerita ini diungkap Maura Dolan –wartawati dari Los Angeles Times– saat memberikan testimoni mengenai sosoknya.

NAMA lengkapnya adalah Josephine Luther Kennard. Lahir 6 Mei di Kota Bandung –Provinsi Jawa Barat– pada 1941. Kedua orangtuanya adalah keturunan campuran Eurasia. Ayahnya, Johan, keturunan Belanda-Indonesia-Jerman. Sementara ibunya, Wilhemine, keturunan Tionghoa Indonesia-Belanda-Belgia.

Ayahnya meninggal di salah satu kamp konsentrasi Jepang selama Perang Dunia II saat ia berusia 1 tahun. Kabarnya, di sanalah Kennard pernah hidup. Buku “Konflik Bersejarah-Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia” menyebut, ada 6 kamp konsentrasi di Provinsi Jawa Barat saat itu. Wilayah ini disebut Bunsho II –sebutan bagi kamp-kamp konsentrasi di Pulau Jawa yang berada di bawah 3 markas daerah yang dikuasai Jepang. Setiap Bunsho berada di bawah Bushenko –sebutan untuk kecamatan yang memiliki kamp-kamp konsentrasi.

Tripia.id mencoba melakukan penelusuran lokasi kamp, dimana Kennard diduga pernah tumbuh di sana terpisah dari sang ayah. Hasilnya, lokasi kamp berada di Kelurahan Cihapit –Kecamatan Bandung Wetan. Kamp ini khusus untuk menampung perempuan, orang-orang tua, dan anak-anak Belanda. Pada saat dibuka pada 17 November 1942, kamp ini dihuni sekira 14.000 orang sebelum akhirnya ditutup Desember 1944. Sayangnya, klarifikasi mengenai benar tidaknya cerita ini tak ditemukan dari versi Wilhemine.

Beberapa tahun setelah kematian ayahnya, Kennard dan ibunya memilih pindah ke Belanda pada 1955. Namun, di Negeri Kincir Angin itu ia justru mengalami musibah. Kennard menderita tumor di kaki kanan tepat sebelum ulang tahunnya ke 16. Akibatnya, ia harus melakukan amputasi.

Dalam kutipan wawancara bersama Nick Roman –pembawa acara The L.A. Report dan All Things Considered di radio KPCC 89,3 FM— Kennard sebenarnya masih memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Sayang kondisinya tak memungkinkan. Kennard mengaku putus asa. “Saya hanya ingin belajar dan berharap suatu hari nanti melanjutkan ke universitas,” katanya, seperti dikutip Tripia.id.

Kendati banyak mengalami cobaan, ia akhirnya bangkit. Untuk menopang aktivitasnya, bagian tubuh Kennard yang hilang digantikan Prostesis –alat buatan untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang atau rusak. Seiring berjalannya waktu, Kennard kemudian berimigrasi ke Amerika Serikat bersama ibunya pada 1961. Di Negeri Abang Sam, Kennard menetap di Los Angeles. Pekerjaan pertamanya justru jauh dari dunia hukum. Ia menjadi sekretaris di perusahaan asuransi jiwa bernama Occidental. Selama hidup di sana, Kennard bekerja keras untuk menyambung hidup. Pun dengan sang ibu yang sempat bekerja di sebuah restoran. Wilhemine lalu meninggal karena kanker paru-paru pada 1968.

Kepergian sang ibu ternyata menyimpan cerita. Wilhemine memberikan warisan sebesar $ 5,000 –sekira Rp 74 juta– kepada Kennard. Uang itu kabarnya disimpan Wilhemine bertahun-tahun di bank atas nama Kennard agar ia bisa menempuh pendidikan hingga kuliah. Meninggalnya sang ibu juga ternyata menjadi titik balik Kennard dalam melanjutkan hidup.

Penelusuran Tripia.id menemukan pelbagai literasi terpercaya mengenai riwayat Kennard. Mulai dari hidup, pendidikan, prestasi, hingga penghargaan yang diterimanya. Literasi itu bisa diakses di www.cschs.org dan www.courts.ca.gov. (fa)

Continue Reading

Trending