Mewakili Tripia.id, tiga kru kami –Deswynta Abelia, Reza Padillah, dan Aisha Salsabila– ngobrol ringan bersama Hendra Putra dan Heri Putra. Di Cafe Satu Kata –Jalan Basuki Rahmat– keduanya menguraikan pelbagai hal. Ini merupakan tulisan kedua setelah QnA Tripia.id bersama penulis kakak beradik tersebut.
PROJECT menulis buku biografi-politik salah satu tokoh di Kota Tepian membuat Hendra Putra terpaksa meninggalkan banyak hal. Satu diantaranya adalah keputusan hiatus dari semua aktivitasnya. Termasuk di akun sosial media. Pilihan itu disesalinya dikemudian hari. Setelah project tersebut rampung, Hendra merasa harus memulai segalanya dari nol kembali. “Satu tahun vakum itu bikin saya sadar, kalau saya enggak cocok menulis buku seperti itu,” katanya, suatu sore.
Selama tidak menulis dan mempublish karyanya, Hendra merasa banyak kehilangan. Tidak hanya berimbas pada menurunnya follower di sosial media. Pembaca setianya –khususnya fan girl— juga meninggalkannya. Itu musababnya, saat comeback tahun ini, Hendra mencoba untuk melakukan rebranding atas karya-karyanya dengan pelbagai cara. Semua sosial media yang dia miliki, dimaksimalkan untuk membangkitkan kembali hype pembaca atas karya-karyanya. Termasuk memberikan giveaway kepada pembaca setia karya-karyanya.
Untuk membangkitkan tulisannya di aplikasi Wattpad agar banyak dibaca –misalnya– Hendra kembali update setiap hari. Usaha itu akhirnya membuahkan hasil. Meski demikian –setelah diamati– Hendra menarik kesimpulan jika penulis baru di aplikasi Wattpad memiliki penghasilan lebih banyak. Bahkan ada penulis muda berumur 14 tahun bisa memiliki penghasilan besar dengan cepat.
Hendra memang bukan sosok baru di dunia novel Tanah Air. Pada Desember 2013, Novelnya berjudul “Deep: Tak Ada Jalan Pintas Menuju Kebahagiaan“, yang diterbitkan oleh publishing bernama Matahari mendapat respon positif pembaca. Saat novel romantis setebal 264 halaman tersebut dirilis, Hendra masih menjadi kreator di sosial media Twitter dengan nickname @tweetnesian yang memiliki 558 ribu followers. Ya, dulu, Hendra merupakan sosok dibalik akun Twitter @tweetnasian yang sering menulis cerita tentang wartawan remaja.
Dibalik kesuksesannya tersebut, Hendra mengaku pernah terjebak dalam permainan oknum publisher di masa awal meniti karir. Dia pernah tertipu. Meski tidak menjelaskan secara detail, Hendra berharap para penulis baru yang ingin menerbitkan karyanya harus berhati-hati. “Jangan asal pilih penerbit,” pesannya.
Dari pengalamannya, penerbit yang baru berdiri biasanya memanfaatkan penulis baru untuk mempublikasikan karyanya. Modusnya, penulis dikenakan biaya. Pun, ada pula penerbit yang justru tidak memberikan bayaran yang sesuai kepada penulis. “Sebenarnya untuk mengirimkan karya tulisan ke publisher tidak perlu bayar,” ucapnya.
Menjadi penulis, sejatinya bukan cita-cita Hendra. Namun karena terbiasa, Hendra memilih jalan tersebut sebagai garis hidup.
KOLABORASI BERSAMA SANG KAKAK
Sebutan sebagai penulis best seller memang tidak sembarangan. Nama Hendra sendiri masuk dalam jajaran Top 10 penulis nasional. Itu menandakan, nama Hendra berdiri diantara penulis besar seperti Tere Liye, Wina Efendi, dan lain-lain.
Hendra mulai menulis karyanya sejak 2013. Novel pertamanya berjudul “Deep: Tak Ada Jalan Pintas Menuju Kebahagiaan“, diterbitkan pada tahun yang sama oleh Matahari. Seiring waktu, karya novel Hendra bertambah. Mulai dari “Goodbye You“, “Romantis Boy” –ditulis bersama sang kakak, Heri Putra– dan “Pangeran Kelas“. Setali tiga uang, Heri Putra, juga memiliki pelbagai karya novel yang telah dirilis. Diantaranya “Hurt: Cinta Itu Datang Untuk Pergi” dan “Second Hurt: Luka Itu Tidak Datang Sekali“.
Saat ini, Hendra bersama Heri punya novel terbaru berjudul “Surat Dari Primus” yang telah digarap sejak 7 Januari 2022 lalu. Berbeda dengan novel yang pernah digarap, “Surat Dari Primus” ditulis di aplikasi Wattpad. Di sosial media Twitter —@suratdariprimus— Hendra dan Heri membuatnya dengan bentuk tulisan Alternate Universe atau AU –cerita fiksi dimana sebuah cerita dibuat dengan dimensi yang berbeda dari yang seharusnya. Apa alasannya? “Tulisan AU banyak diminati pengguna Twitter dan pembaca. Kami berdua membuat AU untuk mengikuti trend saat ini,” kata Hendra.
Dalam “Surat Dari Primus“, Hendra dan Heri menggunakan sosok Na Jae-min untuk menggambarkan sosok Primus. Na Jae-min sendiri adalah member Neo Culture Technology/NCT, boy group asal Korea Selatan yang dibentuk oleh South Korean Multinational Entertainment Company/SM Entertainment. Untuk memasarkan karya-karyanya, Heri dan Hendra sepakat melakukannya secara mandiri tanpa melibatkan pihak lain.
Hendra dan Heri memang sama-sama penulis. Namun, keduanya memiliki perbedaan dalam pelbagai hal. Di genre tulisan, Hendra mengangkat dunia remaja dan pelbagai dinamikanya sebagai tema besar. Sementara Heri, bermain di tema-tema dewasa lantaran tema anak muda dianggap tidak related dengan sosoknya saat ini. Di aplikasi Wattpad, keduanya juga punya cara berbeda. Hendra memiliki nickname user dengan nama asli. Sementara Heri, justru menggunakan nama pena.
Dalam hal membaca, Hendra suka menikmati novel dengan genre remaja. Pun, dia pula tertarik membaca novel-novel karya penulis nasional. Sementara Heri lebih menyukai penulis internasional. Bagi Hendra dan Heri, penulis harus inovatif dan adaptif mengikuti zaman agar pembaca tertarik. Makanya, baik Heri maupun Hendra sama-sama mencoba pelbagai jenis tulisan untuk meningkatkan jumlah pembaca mereka.
Dulu saat membaca novel, keduanya hanya sekadar membaca. Namun kini mereka menyimaknya, mengambil ilmu dari apa yang dibaca. Bagi Hendra, ilmu menulis berawal dari membaca.

MENEMBUS PASAR NASIONAL
Menurut Heri, untuk mempubikasikan tulisan saat ini cukup susah jika hanya bermodal mengirim naskah ke penerbit. “Sekarang kebanyakan penerbit melirik penulis lepas di sosial media seperti Wattpad dan Twitter,” ucapnya.
Beberapa tahun lalu, Indonesia digempur buku-buku terjemahan dari luar negeri. Namun pada 2018 –sebagaimana penuturan Heri– novel dengan judul bahasa Indonesia mulai populer. Untuk menjadikan sebuah karya tulisan menjadi best seller, memang tidak mudah. Butuh perjalanan panjang. Bagi Hendra, banyak penulis di Kota Samarinda yang piawai menulis. Sayangnya, kemampuan itu tidak diimbangi dengan penguasaan marketing. Kata Hendra, “Tipsnya sederhana saja, aktif dipelbagai sosial media, kerja sama dengan penerbit, dan jangan lupakan interaksi dengan pembaca.”
Itu sebabnya, baik karya Hendra dan Heri cukup tak dikenal di Kota Samarinda. Namun ada cerita menarik soal ini. Dulu, penulis AU Twitter dengan novel berjudul “Dikta dan Hukum“, Dhia’an Farah, pernah meminta Hendra untuk Meet and Greet Book Launching di Kota Samarinda. Namun, tawaran itu ditolaknya. Hendra sadar –jangankan novelnya– namanya tidak begitu dikenal di Kota Tepian yang tak lain adalah tanah kelahirannya. Dia justru dikenal di luar Kota Samarinda. Makanya, saat Meet and Greet Book Launching, Hendra tidak menggelarnya di Kota Samarinda lantaran tidak ada pembacanya. Dia justru memilih Kota Depok sebagai lokasi launching. Walau terkenal di luar kota, Heri dan Hendra sejatinya tumbuh besar di Kota Samarinda. Tepatnya di Kelurahan Karang Mumus, Kecamatan Samarinda Kota.
Bertahun-tahun menjadi penulis, ada secarik harapan yang diinginkan Hendra dan Heri. Keduanya berencana membuat publishing dengan brand sendiri. Jika terwujud, “Surat Dari Primus” menjadi novel pertama yang mereka edarkan. Perjalanan Heri dan Hendra menjadi penulis best seller, memang dilalui dengan banyak hal. Membeli banyak buku untuk dibaca –sekaligus belajar– adalah satu dari sekian tahapan yang mereka lalui. “Jika ingin menjadi penulis andal, harus banyak membaca dan menulis,” tutur Hendra.
TENTANG “PANGERAN KELAS”
Novel “Pangeran Kelas” punya pengaruh besar bagi Hendra. Dari pelbagai karya yang telah dibuat, novel inilah yang paling banyak menyita perhatian. Di aplikasi Whattpad saja, “Pangeran Kelas” dibaca 9 juta kali. Bahkan kini “Pangeran Kelas” naik cetakan ke 5 sejak dirilis 2017 lalu oleh Bintang Media.
Cerita “Pangeran Kelas” cukup sederhana. Alurnya mewartakan cinta dua sejoli di sekolah yang sama bernama Bagas Arsenio Risjad (Gaga) dan Ashila Anindita Putri (Ashila) yang awalnya saling membenci satu dengan yang lain.
Kata Hendra, “Pangeran Kelas” berawal dari aplikasi Wattpad yang kemudian dilirik oleh penerbit. Dulu, cerita Hendra, “Pangeran Kelas” pernah mendapat tawaran 13 penerbit di Jakarta. Tak tergiur dengan pelbagai tawaran tersebut, Hendra memiliki tetap setia dengan penerbit andalannya, Bintang Media.
Dibalik kepopuleran novelnya tersebut, Hendra menceritakan bagaimana karakter Gaga dan Ashila diciptakan. Gaga, kata Hendra, merupakan cowok dengan karakteristik badboy. Dia berpendapat, pembaca novelnya yang perempuan lebih menyukai laki-laki dengan karakter demikian. Sementara Ashila, memiliki karakter sebagai cewek pemberani dan suka adu mulut dengan siapapun. Ada alasan mengapa Hendra masih bertahan menulis dengan tema remaja. Kenakalan yang terjadi di dunia anak muda, dan suasana sekolah, baginya cukup menginspirasi. (*)