Di sana, pasukan sekutu melancarkan pertempuran akbar di darat. Pamungkas dari Perang Dunia II. Cerita yang nyaris terlupakan.
KOTA Balikpapan yang dikuasai Jepang sejak awal 1942, merupakan daerah strategis lantaran menjadi pelabuhan minyak utama di Asia Timur. Sejak Mei hingga Agustus 1945, pasukan Australia bertempur untuk membebaskan Pulau Borneo dari pendudukan Jepang yang telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun.
Sebuah plakat tembaga berkisah tentang Penyerbuan Divisi ke-7 Australia ke Kota Balikpapan yang saat itu diduduki Jepang. Penanda sejarah ini mengingatkan pada manusia yang tewas karena kengerian perang. Plakat tersebut juga dibangun berkat bantuan WMC Limited untuk menemani tugu. Seniman pengukirnya Ross J. Bastian, dibuat pada 1998. Plakat itu bertajuk “Balikpapan and Australia 1945” berikut dengan pemaparan dwi bahasa, Indonesia dan Inggris.
Operasi Oboe-2, demikian sandi operasi militer Divisi ke-7 Australia dalam penyerbuan ke Kota Balikpapan yang bermula pada 1 Juli 1945. Mereka bersama serdadu sekutu melakukan pendaratan dari pantai Kota Balikpapan yang bertujuan untuk mengamankan pengolahan minyak dan fasilitas pelabuhan.
Penyerbuan pantai tersebut berlanjut ke daratan, hingga Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu. Kecamuk pertempuran utama terjadi hingga pada 21 Juli 1945, kemudian dilanjutkan dengan pertempuran skala kecil di pelosok Kota Balikpapan.
“Dalam penyerbuan melalui laut yang direncanakan dan dikoordinasi dengan baik terhadap Tarakan, Teluk Brunei dan Balikpapan,” demikian plakat tersebut berkisah. “Pasukan Australia menerjang dan mengalahkan pasukan Jepang yang siap siaga dan gigih bertahan.”
Jelang fajar 1 Juli 1945, pasukan Australia melancarkan operasi amfibinya yang terbesar, gabungan kekuatan darat, laut, dan udara. Mereka menyerbu pantai di sebelah selatan Kota Balikpapan. Sebanyak 33.000 serdadu Australia turut terlibat dalam operasi militer. Mereka menyerang daratan yang dipertahankan oleh sekitar 3.000 serdadu Jepang.
Kemudian dari pihak sekutu –serdadu Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) dan United States Army– meluncurkan pemboman sehingga menghancurkan pertahanan pantai pihak Jepang. Tatkala senja, Divisi ke-7 berhasil meretas pertahanan musuh sejauh 2 kilometer ke arah pedalaman.
Meskipun mereka berhasil menguasai Kota Balikpapan pada keesokan harinya, kedua lapangan terbang di pantai timur baru ditaklukkan pada 9 Juli 1945. Pertempuran di sisi utara dan sisi barat kota berlanjut selama lebih dari dua minggu. Sementara pasukan Jepang yang berada di parit perlindungan menahan setiap gerakan maju pasukan Australia.
“Penyerbuan Balikpapan merupakan operasi sekutu besar-besaran yang terakhir di darat selama Perang Dunia Kedua,” demikian yang tertulis di plakat. “Dan, pertempuran itu baru selesai dengan berakhirnya perang pada tanggal 14 Agustus 1945.”

Untuk menaklukkan Jepang, pada awalnya armada sekutu memiliki 6 rencana operasi militer. Penyerbuan Kota Tarakan (Oboe-1), penyerbuan Kota Balikpapan (Oboe-2), penyerbuan Kota Banjarmasin (Oboe 3), penyerbuan Kota Surabaya atau Kota Jakarta (Oboe-4), penyerbuan kawasan timur Indonesia (Oboe-5), dan penyerbuan ke Sabah (Oboe-6). Namun, pada akhirnya hanya 3 dari 6 operasi militer tersebut yang terwujud; penyerbuan ke Kota Tarakan, Kota Balikpapan, serta Sabah.
Menurut Australian War Memorial, penyerbuan ke Kota Balikpapan merupakan salahsatu operasi Australia yang paling kontroversial selama Perang Dunia II. Panglima pasukan Australia Jenderal Sir Thomas Blamey, sebenarnya justru menyarankan pemerintah untuk menarik dukungannya untuk Operasi Oboe-2.
Tampaknya, Blamey melihat bahwa operasi Australia di Kalimantan tidak akan berhasil mengalahkan Jepang. Namun, Panglima Kawasan Barat Daya Pasifik Jenderal Douglas MacArthur yang telah merancang Operasi Oboe tetap bergerak ke Kota Balikpapan.
Operasi Oboe-2 di Kota Balikpapan merupakan serangan amfibi besar-besaran yang terakhir dalam Perang Dunia II. Operasi militer ini juga menjadi ekspedisi terakhir bagi pasukan Australia dalam melawan Jepang. Plakat tersebut juga mewartakan kengerian Operasi Oboe-2. Kecamuk di kota pelabuhan minyak itu telah membinasakan 229 serdadu Divisi ke-7 Australia, dan 634 terluka. Sementara di pihak Jepang sejumlah 2.032 serdadunya binasa dan 63 lainnya menjadi tawanan perang.
Hingga saat ini, hubungan Indonesia dan Australia memang mengalami pasang surut. Namun, plakat itu menorehkan sejuta kenangan karib bagi keduanya. “Sejak masa perang itu Indonesia dan Australia telah meningkatkan pertukaran di bidang kebudayaan pendidikan dan ekonomi,” ungkap plakat itu pada paragraf terakhirnya. “Kedua negara tersebut sekarang hidup dengan damai dan rakyatnya akan selalu mengingat mereka yang telah mengorbankan jiwanya untuk mencapai tujuan tersebut.”
Di baris paling akhir terdapat tiga kata yang menjadi imbauan kepada siapa saja untuk mengenang mereka yang tewas; “Lest We Forget”. “Jangan Sampai Kita Lupa“.
Sebuah foto koleksi Australian War Memorial, yang dibidik Letnan Prior pada 4 Januari 1946, melukiskan satu keluarga Jawa yang memandang tugu peringatan kepada serdadu Australian Imperial Force (AIF) yang tewas. Kini, monumen itu dikenal sebagai Tugu Australia. Prior mengungkapkan bahwa keluarga itu baru saja dibebaskan dari sebuah kamp kerja paksa di Kota Balikpapan. (NatGeo)