Pusat kegiatan ekonomi di Kota Samarinda, umumnya terdiri dari pasar yang menjadi barometer kemajuan perekonomian.
SECARA periodesasi, pusat-pusat kegiatan ekonomi di Kota Samarinda dimulai pada 1946 hingga 1979. Pada saat itu, Kota Samarinda masih ditetapkan sebagai ibukota keresidenan, yaitu sekira 1946. Nah, pasar yang ada hanya satu. Yaitu Pasar Pagi.
Bangunan pasar ini terbuat dari kayu atau berupa bangsal beralaskan kayu –papan ulin– yang disusun rata dengan tanah dan dibuat bersekat-sekat atau berpetak-petak. Di tempat ini, dijual bermacam-macam sayur-sayuran, buah-buahan, beras, dan kebutuhan lain.
Letaknya di kiri dan kanan anak sungai yang bermuara di Sungai Mahakarn. Lebar sungai ini hanya sekira antara tiga sampai empat meter. Menurut buku “Sejarah Kota Samarinda” yang ditulis Moh. Nur Ars, Yunus Rasyid, dan Hasyim Achmad –diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1986– pedagang yang berjualan di Pasar Pagi awalnya tidak begitu banyak, hanya sekira 50 orang.
Di bagian tepi Sungai Mahakam ada pula bangsal yang membujur. Di tempat itu dijual berjenis-jenis ikan –umumnya ikan sungai. Pedagang yang berjualan di pasar ini pun tidak banyak, hanya berkisar antara 15 sampai 20 orang. Pada posisi tegak lurus pasar, ada pula bangsal untuk berjualan daging sapi dan ayam. Pedagang yang berjualan di pasar ini hanya sekitar 10 orang. Untuk sayur-sayuran, buah-buahan, beras dan lain-lain. Kebanyakan dijual oleh masyarakat suku Banjar, suku Bugis, serta suku Jawa.
Sekira 1947-1950-an, perkembangan kota meluas ke arah hiiir Sungai Mahakam. Perluasan ini disebabkan karena pelabuhan dan pertokoan, sehingga muncullah perkampungan baru bemama Karang Mumus dan Sungai Dama. Nama Sungai Dama sendiri diambil dari nama anak Sungai Mahakam yang mengalir di situ, dan Sungai Dama lazim disebut Sungai Karang Mumus.
Pada 1947-an itu berdirilah pasar yang keadaannya lebih kecil dari Pasar Pagi, yakni Pasar Sungai Dama untuk menampung konsumen dari kampung Karang Mumus, Kampung Sungai Dama, dan kampung Pelabuhan. Pasar Sungai Dama ini letaknya memanjang di sepanjang Sungai Dama dengan luas sekira 100 sampai 150 meter. Barang-barang yang dijual adalah berjenis-jenis ikan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Sekira 1949, Pasar Sungai Dama mengalami perluasan ke arah daratan dari tepi sungai dan menyeberang ke jalan raya. Barang-barang yang diperjualbelikan juga berupa sayur-sayuran, buah-buahan dan sembilan bahan pokok lainnya. Jarak antara Pasar Sungai Dama dan Pasar Pagi sekitar tiga sampai empat kilometer. Kedua pasar ini makin lama makin ramai mengingat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.

Keadaan ini membuka pikiran baru bagi pejabat kota untuk membuka kawasan pasar baru, meskipun realisasinya baru pada 1970-an. Kawasan pasar baru ini adalah komplek Pasar Segiri. Pasar Segiri ini diperuntukkan bagi para pedagang dari Pasar Pagi yang terkena peremajaan juga untuk membuka peluang-peluang baru bagi pedagang.
Pasar Segiri ini tak serta-merta berkembang pesat. Sebabnya ada perluasan kota yang memang mengarah ke daerah daratan. Kenyataannya sekarang ini kedudukan Pasar Segiri terletak di tengah-tengah kota.
Sementara itu Pasar Pagi dan Pasar Sungai Dama tetap berfungsi dan ramai. Jarak antara Pasar Pagi dan Pasar Segiri sekitar dua sampai tiga kilometer, sedangkan antara Di Pasar Segiri dijual pelbagai macam keperluan sehari-hari. Pasar ini lebih besar dari Pasar Pagi dan Pasar Sungai Dama. Bermacam-macam suku bangsa berdagang di pasar ini dan yang terbanyak adalah suku Jawa, suku Banjar, dan suku Bugis.
Menurut buku “Sejarah Kota Samarinda“, jumlah pengunjung saat itu di Pasar Segiri setiap hari tidak kurang dari 2000 sampai 3000 orang. Kunjungan yang terbanyak adalah hari Minggu dan hari-hari besar serta pada awal bulan.
Perluasan kota semakin hari semakin berkembang. Dalam Pelita II dan III dibangun pasar-pa~ar inpres di Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Pasar-pasar inpres ini sekarang berfungsi dengan baik dan sangat membantu penduduk di sekitarnya. Hingga akhir Pelita II dan Pelita III, di Samarinda ada enam pasar. Yakni Pasar Pagi, Pasar Sungai Dama, Pasar Segiri, Pasar Inpres Samarinda Ulu, Pasar Samarinda Ilir, dan Pasar Samarinda Seberang. Barang-barang yang diperjualbelikan saat itu kebanyakan hasil dari kota-kota kecil ataupun desa-desa di sekitar Kota Samarinda. (*)