Sepintas, nama Mathilda menggambarkan sosok perempuan dari daratan Eropa; paras cantik, kulit putih, tubuh semampai. Tapi ternyata, itu salah.
KOTA Balikpapan mungkin berbeda dengan kebanyakan kota lain di Kalimantan Timur. Jika biasanya sebuah daerah menentukan hari ulang tahunnya berdasarkan terbentuknya pemerintah setempat, Kota Balikpapan justru memilih menentukan hari ulang tahunnya berdasarkan satu peristiwa khusus; 10 Februari.
Momen penting itu dipilih saat pengeboran sumur minyak pada 1897 di Gunung Komendur –Kelurahan Prapatan, Kecamatan Balikpapan Selatan. Sumur minyak itu diberi nama dan dikenal hingga kini dengan nama Mathilda. Siapa sebenarnya Mathilda?
Sosok Mathilda –mungkin– tidak akrab ditelinga. Bahkan tidak semua masyarakat Kota Balikpapan mengenalnya. Nama Mathilda sendiri tidak lepas dari sosok Jacobus Hubertus Menten. Kota Balikpapan –perkampungan di pesisir teluk itu– kini menjadi kota besar berkat jasa Menten. Bersama Sir Walter Samuel, Menten membangun pelabuhan dan pengilangan minyak di Kota Balikpapan.
Tadinya Kota Balikpapan dimaksudkan hanya menjadi pelabuhan dan pengilangan minyak yang dieksploitasi di Kecamatan Sangasanga –Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun minyak justru ditemukan di Kota Balikpapan. Bahkan jauh lebih mudah dibandingkan di daerah sekitarnya. Menten pun bergerak cepat mengksploitasi minyak di sana. Sumur minyak di Gunung Komendur itu mulai menghasilkan minyak pada 15 April 1898.
Berawal dari Sumur Mathilda, Nederlandsche Indische Industrie en Handel Maatschappij –NIIHM– mengembangkan Kota Balikpapan. Selanjutnya Kota Balikpapan memiliki pelabuhan internasional, dua bandar udara, bahkan pusat hiburan modern.

Menurut catatan Handry Jonathan –pemerhati sejarah Kota Balikpapan– Mathilda bukan sekadar nama sumur minyak. Mathilde adalah nama salah satu konsesi tambang yang dimiliki Menten. Sebelum Mathilde, Menten lebih dulu mengerjakan konsesi di sebuah sumur minyak bernama Louise di Kecamatan Sangasanga.
Setelah Louise dan Mathilda, Koloniaal Verslag –pada 30 Juni 1898– mencantumkan konsesi Charlotte. Wilayahnya meliputi Kecamatan Gunung Tabur –Kabupaten Berau– milik Menten. Lalu yang terluas dibandingkan ketiga konsesi di atas adalah Nonny, meliputi 125 ribu hektare.
Selama ini, catatan sejarah menyebut nama Mathilda adalah putri dari Menten. Namun catatan lainnya, kata Handry Jonathan, menyebut cerita yang berbeda. Mathilde adalah nama dari istri Menten. Buletin Het Land van Herle yang terbit 1959 menyebut nama Mathilda Louis Charlotte van de Wal sebagai istri Menten.
Mathilda sendiri diidentifikasi lahir di Makassar –Provinsi Sulawesi Selatan– pada 14 Oktober 1846 dari pasangan Johannes de Wal dan Albertina van Blommenstein. Ayah Mathilda adalah seorang hakim yang bertugas di Hindia Belanda.
Selain buletin Het Land van Herle, genealogi keluarga Menten juga muncul di situs geni.com. Pasangan Jacobus Menten dan Mathilda van de Wal memiliki empat anak. Berturut-turut adalah Hubert, Otto, Nonny, dan Emile.
Dari catatan Handry Jonathan, kita bisa melihat alasan pemilihan nama konsesi yang diajukan Menten: Mathilde, Louise, Charlotte, dan Nonny. Keempatnya adalah nama istri dan anak dari si “penemu” Kota Balikpapan.
Belum ada catatan keluarga Menten pernah di Balikpapan. Namun beberapa penulis menyebutkan anak laki-laki Menten turut serta dalam survei menentukan lokasi pelabuhan. Ia yang menemukan reservoir. Menten dan keluarganya memang kembali dan menghabiskan hidupnya di Belanda. Menten wafat pada 9 Januari 1920. Kabarnya, Mathilda menyusulnya empat tahun kemudian.
Nama Mathilda masih dilestarikan sebagai monumen sumur minyak di kawasan milik Pertamina. Kendati lokasinya tidak strategis, masyarakat Kota Balikpapan masih bisa meliriknya di sudut Jalan Yos Sudarso –Kelurahan Prapatan, Kecamatan Balikpapan Selatan. (pelbagai sumber)